HOME OFFICIAL BLOG Facebook Twitter
˙·٠•●♥Penaku Menari˙·٠•●♥: June 2009

Saturday, June 13, 2009

Mengenang 100 tahun Imam Hassan Al-Banna

Mengenang seratus tahun Imam Syahid Hasan Al-Banna; kembali kita mengingat masa hidup beliau, di saat begitu banyak peristiwa yang menerpa dunia Islam setelah perang dunia I, dan disaat dunia Islam mengalami kemunduran akibat jatuhnya khilafah Islamiyah, sehingga mesti ada seseorang yang lahir ke dunia mengembalikan Islam kembali hidup dan mulia.
Saat begitu kuatnya persekongkolan yang dilakukan oleh kekuatan jahat pemerintahan Arab dan dunia barat, hadir seorang pemuda berumur 21 tahun yang telah banyak meneguk air sungai nil untuk menghilangkan dahaga dan menjadikan ajaran Islam sebagai syariat dan minhajul hayah (jalan hidup), Al-Quran sebagai hidayah. Beliau selalu menyeru “Wahai kaum kami, sesungguhnya saya menyeru kepada kalian, bahwa Al-Quran ada ditangan kanan saya dan sunnah di tangan kiri saya dan amal para salafussholih dari umat ini sebagai tauladan. Kami menyeru kepada kalian untuk kembali kepada Islam; ajaran dan hidayah Islam… Islam adalah sistem kehidupan yang komprehensif, mencakup segala aspek kehidupan, dia merupakan negara dan bangsa, atau pemerintahan dan umat, dia merupakan akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan, dia merupakan tsaqafah dan qonun atau ilmu dan hukum, dia merupakan materi dan harta atau usaha dan kekayaan, dan dia merupakan jihad dan da’wah atau prajurit dan ideologi, sebagaimana dia merupakan akidah yang bersih dan ibadah yang benar satu sama lainnya”.
Jadi melalui cahaya yang bersinar di ufuk mengajak untuk mengembalikan kehidupan pada ajaran Islam yang agung, melalui tangan yang telah digerakkan oleh pertolongan ilahi sehingga mampu mengemban beban da’wah ini dan mengembalikan cahayanya kembali bersinar, memancarkan cahaya kesegala penjuru dunia. Demikianlah Imam Syahid Hasan Al-Banna, lahir kedunia pada saat dan waktu yang tepat, guna membangun kembali Islam yang telah luntur dan membina jamaah yang beriman dan mampu mengemban da’wah yang telah diamanahkan di pundak yang menisbatkan diri kepada da’wah.
Imam Al-Banna rahimahullah adalah figur yang telah digerakkan oleh takdir ilahi, dibentuk oleh tarbiyah Rabbaniyah, muncul pada waktu dan tempat yang tepat, maka sangatlah cocok ungkapan ustadz Umar At-Tilmitsani dengan “Anugerah yang sangat berharga”. Beliau tidak pernah ragu untuk mengenalkan dirinya: “Saya adalah seorang pelancong yang sedang mencari kebenaran, manusia yang mencari petunjuk ditengah kerumunan manusia, rakyat yang mengidamkan kemuliaan negaranya, kebebasan, ketenangan dan kehidupan yang sejahtera dibawah naungan Islam yang suci, saya seorang hamba yang mengenal tujuan hidup, lalu beliau membaca firman Allah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dan dengan demikian Aku diperintahkan dan Aku termasuk orang yang pertama muslim”. (Al-An’am : 162-163). Inilah saya, lalu sipakah anda?
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna, saat beliau masih belia, sosok yang memiliki kecerdasan pada akal dan fikirannya, begitu besar semangat dan ghirahnya terhadap agama. Saat beliau berumur 10 tahun tidak didapati dalam dirinya kecuali kegigihan beliau dalam merubah segala kemungkaran yang dilihatnya, seperti yang pernah dilakukan terhadap seorang penari telanjang yang menari di atas perahu di sepanjang sungai nil di daerah Al-Mahmudiyah.
Begitupun kita mengenang beliau; Saat menjadi pelajar dalam berbagai jenjangnya, beliau begitu semangat dalam mengikuti dan membentuk Jam’iyyah (lembaga) da’wah seperti (Jam’iyah akhlak Al-adabiyah - lembaga akhlak dan etika, Jam’iyah man’u al-muharramat - lembaga pencegah perbuatan haram, Jam’iyah Al-ikhwan al-hashofiyah - Lembaga al-Ikhwan al-hashofiyah), kita belajar dari beliau akan ghirah Islam yang begitu menggelora, semangat dalam menyampaikan da’wah dan himmah (Antusias) dalam mengajak manusia pada kebajikan dan mencegah kemungkaran.
Kita mengenang beliau; Sosok yang hidup dengan jujur karena Allah, menunaikan janjinya bersama Allah saat mendaftarkan dirinya sebagai tentara Allah, seperti dalam ungkapannya yang masyhur, sebagai bagian dari impiannya: “Saya harus menjadi seorang yang mursyid (memberikan arahan) dan muallim (memberikan pelajaran), sehingga sepanjang hari saya bisa mengajarkan anak-anak, sementara di malam harinya saya bisa mengajarkan orang tua tentang tujuan agama mereka, sumber kebahagiaan dan perjalanan hidup mereka. Kadang disampaikan melalui khutbah dan kadang dengan melakukan dialog, mengarang buku, menulis, dan juga dengan melakukan jaulah (perjalanan)”.
Kita belajar darinya akan tingginya semangat dan tujuan hidup serta kesempurnaan dalam menunaikna apa yang dinadzarkan terhadap dirinya.
Kita semua mengenang beliau; Seorang muslim yang optimis dan berani membusungkan dadanya sambil berkata: “Inilah saya”, Sambil menggenggam Al-quran dan dengan suara yang tinggi beliau berseru: “Jalan yang benar adalah dari sini”, beliau juga menyampaikan kepada seluruh manusia “Bahwa Islam adalah sistem yang komprehensif mencakup segala aspek kehidupan, menetapkan hukum pada setiap keadaan dan meletakkan sistem yang permanen dan teliti serta tidak pernah berhenti sekalipun berhadapan dengan benturan-benturan dan sistem yang dlalim dalam memberikan kebaikan kepada manusia manusia”. Kita belajar darinya sikap optimisme yang membangun.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna, sosok yang beriman kepada Allah dan memiliki keyakinan yang penuh akan pembelaan dan dukungan Rabb-nya, beliau menyeru: “Serukanlah kepada kami karena sesungguhnya kami membawa suatu kebaikan, kumpulkanlah kepada kami manusia maka akan kami bacakan kepada mereka dzikir, kami akan menjadi dokter bagi yang sakit, akan diam teliang penduduk dunia jika tidak mendengar semboyan kami; “Allah adalah tujuan kami, Rasul adalah pemimpin kami, Al-Quran dustur kami, jihad adalah jalan hidup kami, mati di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi kami…” Kita belajar dari azzam (semangat) dari seorang pemuda yang beriman yang tidak merasa lemah, keyakinannya sangat tinggi dalam jiwanya, agamanya, dakwahnya dan kesiapan dirinya untuk berkorban dijalan da’wah yang diembannya.
Mengenang seratus tahun imam Syahid Hasan Al-Banna; sosok yang begitu berani menyerukan tujuan ideologinya: “Mencetak generasi baru yang beriman kepada ajaran-ajaran Islam yang benar, siap bekerja dalam melakukan perbaikan pada umat dengan shibgah al-islamiyah (celupan islam) yang komprehensif dalam segala aspek kehidupan”. “Shibgoh Allah, dan adakah shibghoh yang lebih baik dari shibgoh Allah ?” (Al-Baqoroh : 138). Beliau berhasil menyelamatkan umat Islam dari penyimpangan, menyambungkan lisannya dan menyemburkan ruhnya kepada murid-muridnya, dan dengan gambalang beliau berkata kepada mereka: “Ruh yang berjalan dihati umat ini yang hidup dengan Al-Quran, cahaya yang bersinar hingga menembus kegelapan materi melalui ma’rifah Allah swt, suara yang bergema meninggikan dakwah Rasulullah saw… Kita belajar darinya akan terangnya tujuan dan status serta benarnya petunjuk jalan.
Mengenang beliau; Seorang imam (pemimpin) yang sangat mengagumkan, di bumi Mesir beliau mampu menembus jalan hingga berpuluh-puluh kota besar dan beribu desa, berbicara kepada setiap manusia paling sedikit tiga ribu desa, beliau menanamkan benih cinta melalui senyuman dan kasih sayang, memberikan keyakinan yang memuaskan dan menyejukkan, menghindar silang pendapat dan menolak perdebatan dan memberikan komentar dengan gamblang bukan dengan fenomena, mendahulukan yang lebih penting dari yang penting… Namun sebelum dan sesudahnya beliau selalu menekankan akan pentingnya taqwa kepada Allah dan bersiap diri untuk bertemu dengan-Nya, beliau selalu menyeru : “Bahwa fana dalam kebenaran merupakan kunci kekekalan”. .. Kita belajar darinya usaha yang terus menerus untuk menyebarkan da’wah dan risalah, dan tidak kekalnya jiwa dari ajalnya.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; Pendiri dua ribu cabang di berbagai desa di penjuru Mesir, pada tiap cabang didirikan sekolah untuk menanamkan kebangsaan dan jihad, amal shalih dan dakwah, beliau menghidupkan kepahlawanan dan keberanian, membuka wawasan terhadap hakikat yang terjadi didunia politik, membina generasi baru yang memliki kesemangatan kebangsaan dan memiliki kesiapan untuk mengorbankan jiwanya dan hartanya dan segala apa yang dimilikinya guna mempertahankan negara dan kehormatan dirinya.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; sosok yang memberikan gambaran kepada kita tentang pengikutnya: “Mata mereka terus bangun hingga larut sementara manusia terlelap dalam tidurnya, jiwa mereka sibuk sementara yang lainnya dalam keadaan lalai, salah seorang dari mereka duduk di perpustakaannya hingga larut malam terus bekerja dan berjuang, menjadi mufakkir dan mujaddid, terus berjalan selama sebulan sepanjang hidupnya, sehingga saat berada dipenghujung bulan dijadikan tempat kembalinya adalah untuk jamaah, dikeluarkan hartanya untuk merealisasikan tujuannya, lisannya berbicara untuk membangunkan umatnya yang lengah akan pengorbanannya. “Saya tidak berharap kepada kalian upah, karena tidak ada yang aku harapkan kecuali ganjaran dari Allah”. (Hud : 29).. Kita belajar darinya usaha yang sempurna terhadap dakwah dan permasalan umat.
Mengenang Imam Syahid Hasan Al-Banna saat beliau berpidato: “bahwa Umat yang baik dalam mempersiapakan kematian, mengetahui bagaimana menggapai kematian yang mulia, maka Allah anugerahkan kepadanya kehidupan yang mulia di dunia dan kenikmaatan yang kekal di akhirat, maka persiapkanlah diri kalian untuk menyongsong hari yang agung, bersegeralah dalam menyambut kematian sehingga jiwa kalian akan hidup, dan ketahuilah bahwa kematian merupakan suatu kepastian, dan tidak akan terjadi kematian kecuali hanya sekali, jika anda membuatnya berada di jalan Allah maka hal tersebut merupakan keberuntungan didunia dan ganjaran di akhirat”. Kita belajar darinya bagaimana hakikat berkorban dan berdakwah dijalan Allah .
Saudaraku yang tercinta…
Seratus tahun telah berlalu kelahiran pemimpin kita, namun sosok dakwahnya masih tetap menggetarkan dunia, para pembela dakwah dan ideologinya dan juga para penentangnya, semuanya melihat seperti burung elang yang terbang diatas langit menembus angin topan, para pengikut dakwahnya masih terus bergerak di setiap tempat, dakwah yang menembus hingga 90 negara di dunia, hingga menjadi tandhim Islam yang membawa ideologi, menyeru dan membina manusia menuju Allah, untaian hikmah beliau masih terus bergema dan selalu diulang di tengah-tengah kita, beliau selalu menyerukan kepada pendukung dan penentangnya: “Kami akan memerangi manusia dengan cinta”. Memberikan arahan akan tabiat perjuangan dan jalan yang sebenarnya: “Bahwa perjuangan kita adalah perjuangan tarbiyah (pembinaan)”. Guna menebar benih cinta dan tarbiyah dalam dakwah, keduanya merupakan rahasia keberlangsungan dakwah sekalipun angin topan menerpanya. (Ikhwanonline.com 14/11/2006. Oleh: Ismail Hamid)

Kisah Imam Hassan Al-Banna

Hassan bin Abil Hassan al-Basri lahir di kota Madinah pada tahun 21H/642M. Ia adalah putera dari seorang hamba yang ditangkap di Maisan, kemudian menjadi penolong kepada pembantu Nabi Muhammad, Zaid bin Tsabit. Kerana dibesarkan di basrah ia selalu bertemu dengan ramai sahabat Nabi, antara lain – yang dikatakan orang – dengan tujuh puluh
sahabat yang turut dalam Perang Badar. Hasan terkemuka pada zamannya, dan ia termasyur kerana kesolehannya yang teguh, dan secara terbuka ia membenci sikap kalangan atasan yang suka berfoya-foya.
Sementarapembesar-pembesar dari kalangan Muktazilah memandang Hasan sebagai pendiri gerakan mereka( ‘Amr bin ‘Ubaid dan Wasil bin Atha’ Termasuk sebagai muridnya). Didalam hagiografi sufi, ia dimuliakan sebagai salah seorang di antara tokoh-tokoh suci yang terbesar pada masa awal sejarah islam. Hasan meninggal dunia di kota Basrah pada tahun 110H/ penceramah yang hebat- dan ucapan-ucapannya diambil oleh penulis-penulis bangsa Arab dan banyak surat-suratnya yang masih dapat kita saksikan hingga sekarang.

Hasan dari Basrah bertaubat

Pada mulanya Hasan dari Basrah adalah seorang penjual batu permata, kerana itu ia digelar sebagai hasan si pedagang mutiara. Hasan mempunyai hubungan perdagangan dengan Bizantium, kerana itu ia berhubung rapat dengan para jeneral dan menteri Kaisar. Dalam sebuah peristiwa ketika pergi ke Bizantium, Hasan mengunjungi perdana menteri dan mereka berbincang beberapa saat.
“ Jika engkau suka, kita akan pergi ke suatu tempat,” menteri itu mengajak Hasan.
“Terpulang kepadamu,” jawab Hasan. “Ke mana pun aku ikut sahaja.”

Menteri itu memerintahkan agar disediakan seekor kuda untuk Hasan. Menteri naik ke belakang kudanya, Hasan pun melakukan hal yang serupa, setelah itu mereka berangkat menuju padang pasir. Sesampainya di tempat yang dituju, Hasan melihat sebuah khemah yang dibuat dari brokat Bizantium, diikat dengan tali sutera dan dipancang dengan tiang emas di atas tanah, Hasan berdiri jauh darinya.
Tidak berapa lama kemudian muncul sepasukan tentera yang cukup dengan kelengkapan perang. Mereka lalu mengelilingi khemah itu, mengucapkan beberapa patah perkataan kemudian pergi. Setelah itu muncul pula ahli falsafah dan cerdik pandai yang hamper empat ratus orang jumlahya. Mereka mengelilingi khemah itu dan mengucapkan beberapa patah perkataan kemudian meninggalkannya. Hassan merasa sangat hairan menyaksikan kejadian-kejadian itu dan bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ertinya semua itu?
Hasan bertanya kepada perdana menteri. Menteri itu menjawab bahawa dahulu Kaisar mempunyai seorang putera yang tampan menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan tidak seorang pun dapat menandinginya. Kaisar sangat saying kepada puteranya itu. Tanpa diduga-duga, puteranya jatuh sakit. Semua tabib walau bagaimanapun mahir sekali tidak mampu menyembuhkan penyakitnya di bawah khemah tersebut. Setiap tahun orang ramai dating menziarahi kuburnya.”
Sepasukan tentera yang mula-mula mengelilingi khemah tersebut berkata: “ Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini terjadi di medan pertempuran, kami semua akan mengorbankan jiwa raga kami untuk menyelamatkanmu. Tetapi malapetaka yang menimpa mu ini dating dari Dia yang tidak sanggup kami perangi dan tidak dapat kami tentangi.” Setelah itu mereka pun berlalu dari tempat itu.
Kemudian tibalah giliran ahli falsafah dan cerdik pandai. Mereka berkata: “ Malapetaka yang menimpa dirimu ini dating dari Dia yang tidak dapat kami lawan dengan ilmu pengetahuan, falsafah dan tipu muslihat. Kerana semua falsafah di atas bumi ini tidak berdaya menghadapi-Nya dan semua cerdik pandai hanya seperti orang-orang yang dungu dihadapan –Nya. Jika demikian halnya, kami akan berusaha dengan menajukan dalih-dalih yang tidak dapat dibantah oleh sesiapa pun di alam semesta ini. “ Setelah berucap, mereka pun pergi.
Tiba giliran orang-orang tua yang mulia: “ Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini dapat dicegah oleh campurtangan orang-orang tua, nescaya ami telah mencegahnya dengan doa-doa kami yang rendah hati, maka pastilah kami tidak akan meninggalkan engkau seorang diri di tempat ini. Tetapi malapetaka yang menmpa mu dating dari Dia yang sedikitpun tidak mampu ditentang oleh sesiapapun.” Setelah itu mereka pun berlalu.
Kemudian wanita-wanita cantik dengan bekas-bekas berisi emas dan batu permata mengelilingi khemah itu dan berkata: “Wahai putera Kaisar, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini boleh ditebus dengan kekayaan dan kecantikan, nescaya kami merelakan diri dan harta kekayaan kami yang banyak ini untuk menebusmu dan tidak kami tinggalkan engkau di tempat ini. Namun malapetaka ini ditimpakan oleh Dia yang tidak dapat dipengaruhi oleh harta kekayaan dan kecantikan.” Selesai ucapan itu , mereka pun beredar.
Akhir sekali Kaisar beserta perdanamenterinya tampil masuk ke dalam khemah itu dan berkata : “Wahai biji mata dan pelita hati ayahanda!Apakah yang dapat dilakukan oleh ayahanda ini? AYahanda telah mendatangkan sepasukan tentera yang perkasa , para ahli falsafah dan cerdik pandai, para penasihat, wanita-wanita yang cantik jelita, harta benda dan berbagai-bagai barang berharga. Dan ayahanda sendiri pun telah dating. Jika semua ini berfaedah, maka ayahanda pasti melakukan segala sesuatu yang dapat ayahanda lakukan. Tetapi malapetaka ini telah menimpa mu oleh Dia yang tidak mampu ditentang oleh apapun.. Semoga engkau mendapat kesejahteraan, selamat tinggal sampai tahun yang mendatang.” Kata-kata ini diucapkan oleh Kaisar kemudian ia berlalu dari tempat itu.
Cerita menteri ini sangat memberi kesan di hati Hasan. Ia tidak dapat melawan dorongan hatinya. Dengan segera ia bersiap-siap untuk kembali ke negerinya. Sesampainya dikota Basrah ia bersumpah tidak akan tertawa lagi di atas dunia ini sebelum mengetahui dengan pasti bagaimana nasib yang akan dihadapinya nanti. Ia melakukan segala macam kebaktian dan disiplin diri yang tidak dapat ditandingi oleh sesiapapun pada masa hidupnya

u are my numbers

 
Fully Design By Sha Den | For BELOG WA PUNYA 2013 ©| Best View: Google Chrome